Senin, 24 Juni 2013

CERPEN: Kasih ibu sepanjang masa

     Suara ayam merongok-rongok, mencari makanan disela-sela tanah. Suara riangan anak kecil bermain kelereng dihantaran tanah merah, menyerukan bisingnya siang itu. Udara yg sangat panas, dengan matahari yang seperti diatas ubun-ubun, seraya siap untuk menyergap tubuh siapapun, dan membuatnya gosong.
      Namun, kebahagiaan terpancar dari salah satu rumah. Sebut saja, ibu wati. Keriangan terpancar diwajahnya, setelah berhasil melahirkan seorang putrinya yang cantik nan anggun yang diberi nama putri. Bu wati sangat senang pada saat itu, bu wati adalah seorang janda, suaminya meninggal pada saat usia kandungannya sudah mulai meranjak 6 bulan. Dan ibu wati sendiri, mempunyai kekurangan, matanya buta sejak kelahiran anak semata wayangnya itu. Walaupun demikian, bu wati dapat menafkahi dan memberi makan anaknya.
      Hari demi hari, tahun demi tahun ia lewati. Sungguh kebahagiaan yang seraya tak pernah kusam, di setiap senyum bahagianya.
      7 tahun berlalu. sekarang putri sudah bisa untuk meneruskan sekolahnya dijenjang Sekolah Dasar. Bu wati lantas mendaftarkan anaknya disalah satu sekolah dasar yang berembel 'gratis'. Dengan uang hasil pinjaman, ia gunakan untuk membeli tas, baju, dan sepatu. Keriangan kembali terpancar diwajah tuanya yang sudah mulai agak melipat. Saat ia melihat anaknya dengan rapi memakai seragam sekolahnya.
      Hari pertama masuk sekolah, bu wati mengantarkan anaknya kedepan gerbang sekolahnya, walaupun sedikit dituntun oleh anaknya, si putri. Hari-hari berikutnya sang ibu sudah tak bisa mengantarkan anaknya berangkat atau menjemputnya. Karna akhir-akhir ini, dia sibuk mencari uang demi sesuap nasi dan lauk seandanya.

      12 tahun berlalu, putri tumbuh menjadi anak yang cantik sekali, tubuhnya sintal, tubuhnya pun jenjang putri kecil sudah meranjak dewasa. Tapi perlahan demi perlahan, putri sudah mulai berubah. Itu beralasan,karna ia capek kalau selalu dikatain ibunya buta. Ia pun kalo dirumah selalu murung.

***
       Waktu itu, hari dimana semua orangtua wali berkumpul. Putri cemas, dia takut kalau nanti temannya tau, kalau ibunya buta. Satu persatu orangtua wali itu pun datang, dan disaat ia sedang bercengkrama dengan teman-teman sekelasnya dihalaman sekolahnya, tiba-tiba sang satpam menghampirinya, sambil menuntun seorang ibu. Yang dituntun itu adalah bu wati! ibunya putri. Karna putri takut kalau nanti temannya membully ia, lantas saja seorang ibu yang dituntun satpam itu dilempar, tubuh tuanya dihantarkan ketanah.
      *buugghh* suara hantaman yang cukup keras akibat tubuh bu wati dilempar oleh putri semata wayangnya itu.
      "Siapa kamu? Pak, dia bukan ibuku pak!" Ucap putri agak mengelak kepada satpam
      "Hah? Serius non? Tadi katanya dia ibu enon" ucap sang satpam.
      "Bukan pak. Mungkin dia pengemis pak" ucap putri.
mendengar pernyataan seperti itu, orangtua mana yang tidak sakit hati? Anaknya sendiri mencap dirinya dan menuduh dirinya sebagai pengemis. Anak yang dibesarkan atas jeri payahnya, malah berbuat seperti itu. Bu wati pun hanya bisa bersabar.
      "Oh, pak, sepertinya saya salah sekolah pak. Saya lupa, Ternyata anak saya bukan sekolah disini pak" ucap ibu itu, mencoba berbohong.
      "Tuhkan! Bener pak! Masa orang buta kaya gini ibu saya sih? Gamungkin kan?" Ucap putri.
      "Yaudah, maaf yaa non. Ayo bu, sekarang ikut saya, saya antar ibu kembali kedepan gerbang" ucap satpam itu.

      Bu wati pun merasa sangat tak dihargai oleh anaknya pada saat itu. Hatinya sudah hancur, melihat anak yg ia besarkan dengan sepenuh hati, berbicara demikian. Namun, bu wati hanya bisa bersabar. Dan mencoba melupakan kejadian itu.
      Hari demi hari berlalu, perlakuan putri terhadap dirinya sudah mulai agak kelewatan. Sekarang, putri sudah tidak menganggap ia sebagai ibunya, malahan ia menganggap ibunya itu sebagai pembantu, sering disuruh, dan sering dibudaki. Namun, sekali lagi bu wati tetap bersabar.

***
      Suatu ketika, putri pun tumbuh menjadi anak dewasa. Ia menemukan tulang rusuknya yang sudah lama hilang, dan yang menjadi tulang punggungnya saat ini. Akhirnya putri menikahi seorang pengusaha muda, kaya, dan tampan.
      Sejak saat itu, putri memilih tinggal bersama suaminya tersebut, dan melupakan ibunya sendiri. Ia telah menganggap bahwa ibunya telah meninggal.
       Suatu ketika, bu wati pun mendengar kabar kalau putri dan suaminya telah mempunyai seorang anak. Kebahagiaan pun muncul dibenak bu wati. Karna penasaran ingin melihat cucu pertamanya itu, akhirnya bu wati pun mencoba menemui anaknya itu. Dibekali alamat yang ia peroleh dari bertanya-tanya, akhirnya ia sampai dirumah yang ia tuju.
Rumahnya sangat megah untuk ditempati oleh hanya tiga orang, halamannya luas, dan diparkiran terlihat dua mobil mewah, dan satu motor sport.
      Bu wati pun mulai membunyikan bel rumahnya. Dan yang membukakakn pintu kebetulan anaknya yang sedang menggendong cucunya itu. Namun belum sempat bu wati melihat cucunya itu, bu wati langsung ditendang, seakan digiring keluar rumah.
      "Buat apa kamu kemari? Mau menakuti anakku? Hah? Cepat pergi dari sini!" Ucap putri, dengan nada membentak.
      "Maaf nak, ibu hanya mau melihat cucu ibu nak" ucap bu wati.
      "Cucumu? Hah? Emangnya kamu siapa saya? Pergi sana! Sebelum saya panggilkan satpam!"
Karna suara keributan itu cukup kencang, akhirnya suami putri pun datang. Dan mencoba melihat apa yg terjadi.
      "Ada apa ini ribut-ribut?" Ucap suaminya putri, yang bernama reyhan.
      "Nak reyhan, apakah kamu reyhan suaminya putri?" Ucap bu wati.
      "Iya betul. Ibu siapa ya?" Ucap suaminya putri.
      "Saya mertua kamu nak. Saya kesini hanya ingin melihat cucu saya nak. Walaupun saya tidak bisa melihat, saya boleh tidak? Meraba sebentar saja muka bayimu? Aku yakin, anaknya akan secantik seperti ibunya" ucap bu wati.
      "Jangan percayakan dia mas. Ayo kita masuk aja. Dia bukan ibu aku" ucap putri, sambil menyeret suaminya masuk kedalam rumah. Seperti sapi yg ditanduk hidungnya, suaminya pun menurut saja. Putri langsung menutup pintunya dengan sangat kencang. Dan mencoba mengonci pintunya.

     Bu wati pun pulang kembali kerumahnya, dengan air mata yang terus bercucuran disela pipinya yang sudah berlipat itu. Ia tak menyangka anaknya bakal sekejam ini.

***
      Hari demi hari berlalu, bu wati menjadi sakit-sakitan. Ia tak bisa melakukan apa-apa, dan hanya bisa tiduran diatas ranjang. Tak ada orang yang merawatinya, seorang anak yang ia lahirkan pun sudah melupakan rumah, dan ibunya.
      Dan tidak bertahan lama, akhirnya bu wati pun meninggal. Warga setempat mencoba memberi tau hal ini ke anaknya. Namun, putri hanya bilang iyaa saja. Dan tidak ikut salam pemakaman ibunya.
Dan suatu ketika, suaminya pun yang mendapat giliran mendapatkan kabar. Mendengar kabar seperti itu, suaminya pun bertanya kepada istrinya, sudahkan istrinya menyelawati ibunya. Dan istrinya hanya menjawab belum, karna alasan males.
Dan suaminya pun mencoba memaksa istrinya itu.
     "Ayo mah. Walaupun demikian, itu ibu kamu. Yang sudah melahirkan kamu. Ayolah hormati ia sedikit saja. Datanglah melayat almarhumah ibumu" ucap suaminya.
     "Males aah" jawabnya pendek.
     "Ayolah ma!"
     "Yaudah, aku dateng! Dateng aja ya! Ini juga disuruh kamu!" Ucap sang istri dengan nada terpaksa. Dan mencoba berganti pakaiannya.

***
      Singkat cerita, akhirnya putri telah sampai kerumah kediaman ibunya. Semua orang menatap benci kepadanya. Dan putri melihat ibunya yang sedang berbaring lemas tak bernyawa.
Kain penutup wajahnya dibuka oleh suaminya. Suaminya menangis, namun tak demikian dengan putri. Tak ada rasa kehilangan sama sekali yg dirasakan oleh putri.
      Dan tiba-tiba seorang tetangganya memberikan sepucuk surat kepada putri.
      "Nak, nih, coba baca. Ini pesan yang ditinggalkan almarhumah ibumu sebelum meninggal. Ia mencoba meletakannya diata meja tadi. Dan mungkin kamu harus membaca pesan terakhir ibumu ini" ucap seorang tetangganya, dan mencoba memberikan sepucuk surat intuk putri.

"Untuk putri. Anak semata wayangku.

Ibu senang nak, sekarang kamu sudah tumbuh dewasa, sudah mempunyai suami yang tampan, dan bisa membahagiakanmu saat ini. Dan kebahagiaanmu saat ini dilengkapi oleh kehadiran anakmu yang sangat cantik. Ibu yakin itu, walaupun ibu tak pernah melihatnya.
Ibu sudah memaafkan kesalahanmu selama ini nak. Waktu sekolah dulu, Kamu malu ya nak punya ibu yang buta?
yang harus kamu tau nak, mata indahmu yang kamu gunakan untuk melihat, dan membaca pesan ini dulunya itu adalah mata ibu nak. Waktu lahir, kamu dalam kondisi mata yang tak berfungsi nak. Karna ibu tidak tega, kalau nanti saat kamu besar, kamu malu dengan keadaan kamu yang buta, akhirnya ibu memberikah sepasang mata ibu untukmu nak. Paling tidak, ibu sudah melihat wajah cantikmu saat kamu masih bayi. Ibu sangat semang nak.

Jaga baik-baik cucu, eh maksud ibu jaga baik-baik anak mu ya nak. Jadikan ia anak yang berbakti pada orang tua.

Dari Ibumu"

-TAMAT-

Published with Blogger-droid v2.0.10

1 komentar:

dilarang menggunakan kata yg berbau PORNO , RASIS , dam SARA